Rabu, 09 November 2016

Benazir Bhutto dan Pakistan



A.    Profil Negara Pakistan
Penduduk umat Islam yang saat ini berjumlah lebih dari 1,6 miliar jiwa atau sekitar 23,4 persen dari total penduduk dunia menjadikan Islam sebagai agama dengan jumlah penganut terbesar di dunia[1]. Pakistan termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia nomor dua setelah Indonesia.
Pakistan adalah negara yang terletak di Asia Selatan. Penduduk yang menganut Islam di negara ini adalah 11 persen dari jumlah penduduk muslim di dunia. Pada tahun 2010, penganut Islam di negara ini berjumlah sekitar 178 juta jiwa atau 96,4 persen dari jumlah penduduk[2].
Nama Pakistan memiliki makna tanah yang murni dalam bahasa Urdu maupun bahasa Persia. Nama ini dicetuskan sebagai Pakstan oleh Choudhary Rahmat Ali, seorang tokoh gerakan Pakistan yang menerbitkan sebuah pamflet berjudul “Now or Never”. Nama ini juga merupakan sebuah portmanteau dari nama-nama etnis utama yang terdapat di Pakistan yaitu : Punjab, Afgan, KashmIr, Sindh, dan Baluchistan. Mayoritas etnis yang mendiami negara Pakistan adalah etnis Punjabi (provinsi Punjab); Sindhi (Sindh) Pashtun (NWFP) dan Balochi (Balochistan)[3]. Di bagian timur negara Pakistan berbatasan dengan India. Di bagian barat, berbatasan dengan Iran dan Afghnistan. Di utara, berbatasan dengan negara Afghanistan dan Cina. Di selatan berbatasan dengan laut Arab dan teluk Oman. Luas negara Pakistan adalah 703.943 km  yang terbagi atas empat propinsi. Prpinsi tersebut antara lain Baluchistan, Sindh, Punjab dan wilayah Barat Daya. Pakistan bertetangga dengan dua negara besar di dunia yaitu India dan Cina. Pakistan menjalin hubungan baik dengan Barat di satu pihak, sedangkan disisi lain dengan Cina Komunis[4]. Pakistan terletak antara 20 derajat LU - 37 derajat LU dan 66 derajat BT - 75 derajat BT[5].
            Berdirinya Republik Islam Pakistan tidak lepas dari peran seorang pengacara muslim Muhammad Ali Jinnah. Pada awalnya, berdirirnya Pakistan merupakan problem tersendiri, terutama dalam mencari alasan atau raison d’etre Pakistan merdeka. Dasar pendirian “Republik Islam” ini, seperti terartikulasikan dalam gagasan pendiri-pendirinya adalah kehendak komunitas muslim “sebagai bangsa terpisah di anak benua India” untuk membentuk negara di mana mereka mampu menerapkan ajaran Islam dan hidup selaras dengan petunjuknya[6].
B.     Sosok Benazir Bhutto bagi Pakistan
Benazir Bhutto merupakan wanita pertama yang memimpin sebuah negara Muslim di masa pasca kolonial[7]. Benazir Bhutto lahir pada tahun 1953 dari sebuah keluarga Syiah Muslim berpengaruh di Karachi, Pakistan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Pakistan, Bhutto pergi ke Amerika Serikat untuk melanjutkan kuliah ke Harvard University pada usia 16 tahun. Dia mendapat gelar pada usia 20 tahun di jurusan Perbandingan Pemerintahan. Bhutto lantas menghadiri Lady Margaret Hall di University of Oxford untuk belajar filsafat, politik, dan ekonomi.
Ayah Bhutto, Zulfikar Ali Bhutto, menjabat sebagai Presiden Pakistan dari tahun 1971-1973, dan kemudian sebagai Perdana Menteri pada tahun 1973-1977, serta mendirikan Pakistan People’s Party (PPP) yang berpengaruh. Pada tahun 1977 atau tahun terakhir Benazir Bhutto belajar di Oxford, Perdana Menteri digulingkan oleh militer melalui sebuah kudeta. Pemilihan umum dijanjikan oleh militer namun tidak pernah terlaksana hingga akhirnya Zulfikar Ali Bhutto digantung pada pertengahan tahun 1979.
Setelah eksekusi ayahnya, Benazir Bhutto dikenai tahanan rumah oleh pemerintah yang berlaku hingga beberapa tahun ke depan. Pada tahun 1984, dia diizinkan melakukan perjalanan ke Inggris, di mana Bhutto segera mengambil alih jabatan sebagai ketua PPP menggantikan ibunya dan mulai bergerak untuk memperjuangkan reformasi demokratis[8]. Bahkan, ketika ditanya tentang apakah keberadaannya di Eropa adalah dalam rangka pengasingan, dengan tegas Benazir membantah: “Kenapa aku harus mengasingkan diri keluar negeri?, aku kemari untuk perawatan kesehatanku. Aku dilahirkan di Pakistan, aku akan mati di Pakistan. Kakekku dimakamkan di sana, ayahku dimakamkan di sana.. tidak, aku tidak akan pernah meninggalkan negeriku.. orang tidak dapat hidup berdasarkan rasa takut.. orang hanya dapat tetap bertahan kalau ia penuh harap”[9].
Kedatangan Benazir di London ini ternyata menjadi langkah awal yang sangat tepat. Di sana ia disambut oleh ribuan masyarakat Pakistan di luar lapangan udara Heathrow. Banyak diantara mereka. terutama anggota Pakistan People’s Party (PPP) dalam pengasingan meminta bertemu dengan Benazir. Selain sebagai tempat bermukimnya 38.000 orang Pakistan, London memang sekaligus menjadi pusat aktivitas PPP di luar negeri. Bahkan kedua adik laki-laki Benazir, Shanawaz dan Murtaza, juga tinggal di London ketika melancarkan aksi politik mereka guna berjuang membebaskan ayahnya dari penjara dan hukuman mati.

Melihat penyambutan sedemikian, Benazir pun lantas kian sadar bahwa dirinya punya potensi dukungan cukup besar untuk menyusun kekuasaan menentang rezim Zia. Juga atas kenyataan itu pulalah akhirnya selama tinggal di luar negeri Benazir memanfaatkan hidupnya “hanya” untuk mengurusi persoalan-persoalan politik, dalam rangka menyusun kekuatan baru menghadapi rezim militer Pakistan[10].

Pada Agustus 1988, Presiden Zia-ul-Haq tewas dalam kecelakaan pesawat terbang. Akibatnya terjadi kekosongan kekuasaan di Pakistan. Dalam pemilu yang dilakukan kemudian, Partai Rakyat Pakistan memenangkan mayoritas kursi di Dewan Nasional yang berujung pada pengangkatan Benazir Bhutto sebagai perdana menteri pada tanggal 1 Desember 1988. Benazir Bhutto menjadi perempuan muslim pertama di dunia yang menjadi perdana menteri. Pada awalnya Benazir Bhutto sangat populer dan dilihat sebagai tokoh yang sangat berbeda dengan pemerintahan militer. Tetapi dua kali masa jabatannya sebagai perdana menteri berakhir dengan pemecatannya atas dakwaan korupsi. Dia meninggalkan kantor perdana menteri dengan reputasi yang hancur. Ketika memerintah, Benazir selalu menyuarakan isu-isu tentang perempuan, kesehatan, dan diskriminasi terhadap perempuan. Ia menyatakan akan membentuk kesatuan polisi yang anggotanya adalah perempuan, juga mahkamah dan bank pembangunan yang dikelola perempuan. Namun tak satupun niatnya terwujud di Pakistan. Selama berkuasa, Benazir membangun sekolah-sekolah di seluruh negeri, dan listrik pun berhasil dialirkan ke daerah-daerah pedesaan. Kelaparan, perumahan, dan layanan kesehatan menjadi prioritas utamanya. Meskipun ia telah melakukan banyak hal baik untuk rakyatnya, namun bukan berarti semua orang menyukainya. Selama berkuasa, Benazir banyak menghadapi perlawanan dari gerakan-gerakan Islam ekstrem yang tidak menyukai kepemimpinan seorang perempuan apalagi gaya kepemimpinannya cenderung liberal[11].
Rentetan peristiwa terus terjadi sebelum terbunuhnya Benazir Bhutto, hingga pada tanggal 27 Desember 2007 Benazir Bhutto terbunuh. Ketika Benazir Bhutto mengikuti suatu rapat umum kampanye pemilihan di Rawalpindi. Pada saat ia akan menumpang mobil meninggalkan ruang rapat setelah menyampaikan pidato, seorang laki-laki bersenjata tiba-tiba melepaskan tembakan dan mengenai bagian leher dan dadanya. Penyerang kemudian meledakkan bom pada dirinya. Benazir Bhutto segera dilarikan ke rumah sakit, tapi tidak berhasil diselamatkan dan meninggal pada pukul 18:16 waktu setempat. Selain itu terdapat sekitar 30 orang tewas dalam peristiwa serangan itu.



[1] DR. Sidik Jatmika, MSi ,  (Januari 2016) , Masalah-Masalah Dunia Islam. Samudra Biru : Jakarta hal. 10
[2] Ibid
[6] opcit
[7] DR. Sidik Jatmika, MSi ,  (Januari 2016) , Masalah-Masalah Dunia Islam. Samudra Biru : Jakarta hal. 166
[8] www.amazine.co › Sosbud › Politik
[10] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bekti Maulana, Tak Lelah Ajak Masyarakat untuk Peduli Lingkungan

Kota  Yogyakarta , salah satu kota yang punya sejuta pesona. Kota terbesar keempat di wilayah Pulau Jawa bagian selatan ini merupakan kota y...